Ticker

    Loading......

Saya Tak Tega Lihat Anak-Anak Masih Kecil

Inilah sosok penderita kanker payudara yang tegar menghadapi cobaan. Berkat ketegarannya itu, dia mampu ''menaklukkan'' penyakit mematikan tersebut. Delapan belas tahun silam, Indriati Setiawan mulai merasakan adanya ketidakberesan di bagian tubuhnya. Kala itu, sekitar November 1991, dirinya sedang berada di Bandung untuk mengikuti sebuah acara. Tiba-tiba, dia merasakan sakit luar biasa di bagian dadanya.

Lantaran sakit tak terkira, Indriati memutuskan pulang ke Surabaya agar bisa segera memeriksakan rasa sakit tersebut. Dia benar-benar tidak tahu penyakit yang dideritanya. Sebab, sebelumnya dirinya tidak pernah merasakan sakit seperti itu. ''Rasa sakit itu datangnya sangat mendadak,'' tutur perempuan 60 tahun tersebut. Begitu sampai Surabaya, Indriati langsung berangkat ke Yayasan Kanker Indonesia di Jalan Kayoon. Dia tidak mengerti mengapa bisa datang ke tempat itu. Dia mengaku hanya mengikuti perasaannya.

Dia kemudian dirujuk untuk menjalani pemeriksaan USG (ultrasonografi) di Laboratorium Pramita. Hasilnya mengejutkan dirinya. Ada daging tumbuh sejenis kanker. Dia lalu disarankan untuk memeriksakan lebih detail ke dokter spesialis kanker payudara di RS Budi Mulia (kini Siloam Hospitals, Red). Benar, dia dinyatakan positif mengidap kanker payudara. Mendengar vonis dokter itu, Indriati langsung lemas. Dia tidak menyangka akan terkena penyakit mematikan tersebut. Kepercayaan dirinya terasa runtuh, harapan hidupnya seakan makin pendek. Bahkan, dia menganggap tidak ada harapan lagi untuk hidup. ''Orang mengira, ketika ada yang terkena kanker, pasti akan mati,'' jelasnya.

Apalagi, saat itu jarang ada orang yang terkena penyakit seperti dirinya. ''Mungkin ada, tapi tidak banyak,'' ungkapnya.

Indriati semakin bingung karena tidak ada orang yang bisa diajak sharing tentang penyakit itu. Hanya pada suaminya dia berkeluh kesah. Tapi, itu belum cukup. Dia membutuhkan orang yang setiap saat bisa mengarahkan, menumbuhkan kepercayaan, dan memotivasi, sehingga dirinya tak menyerah untuk berobat. ''Kondisinya tidak seperti sekarang, banyak orang atau lembaga yang segera bisa memberi pendampingan penderita,'' ujar ibu empat anak tersebut.Selain itu, kini orang gampang mendapatkan informasi tentang kanker payudara. Hal itu berbeda dengan ketika Indriati menjalani hari-hari mendebarkan karena divonis terkena kanker payudara. Saat itu, kata dia, kanker betul-betul ditakuti orang. Bahkan, jika ada yang menderita penyakit itu, orang akan ''meramalkan'' hidup pasien tidak akan lama lagi.

''Saya juga merasa seperti itu karena saya tidak banyak tahu tentang penyakit itu,'' terang dia.
Indriati mengaku sempat shock divonis terkena kanker payudara. Beruntung, dia mempunyai suami yang sabar dan terus mendorong agar dirinya melawan penyakit itu. Kepercayaan dirinya bertambah besar ketika melihat anak-anaknya yang masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayangnya.

''Saya tak tega melihat anak-anak saat itu masih kecil. Itulah yang mendorong saya untuk bertahan dan terus melawan penyakit itu,'' tegasnya.

Semangatnya untuk bangkit pun semakin terpacu. Malahan, dua hari setelah dinyatakan positif, Indriati langsung meminta segera menjalani operasi pengangkatan salah satu payudaranya yang terkena kanker tersebut.

''Untungnya, penyakit saya ini cepat diketahui dan ditangani, sehingga tidak sempat menjadi kanker ganas,'' ujarnya.Selain operasi, Indriati menjalani kemoterapi sampai 12 kali dan radiasi 34 kali. Itu semua dilakukan agar penyakit tersebut benar-benar mati. ''Dalam menjalani itu semua, saya hanya pasrah kepada Yang di Atas. Kita tidak perlu menyesali, tapi harus tegar menghadapinya.''Menurut dia, masih ada penderita yang tidak mau melakukan operasi karena takut bagian tubuhnya jadi tidak lengkap. ''Apa artinya payudara kalau akhirnya nyawa kita melayang. Jadi, jangan tunda pengobatan sejak dini. Itu kuncinya,'' tutur dia. (lum/ari)

Sumber: Pontianak Post | 1 Nov 2009
Lihat juga Jawa Post | 18 Oktober 2015

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code