Ticker

20/Tanya Dokter/ticker-posts

Dr. Trinugroho Heri Fadjari Sp.PD, KHOM

Lahir di Jakarta, 6 Oktober 1958, ayah dari dua putri kembar (Anandayu Pradita SSi dan Hertyasti Pradita, ST) dan suami dari Nyonya Juedi Hastuti, SE ini mengaku bahwa menjadi dokter bukanlah cita-citanya sejak kecil. Alasan masuk ke fakultas kedokteran semata karena tidak diterima di fakultas teknik mesin setelah lulus dari SMAN 6 Bulungan pada tahun 1975. "Mungkin memang sudah jalannya di kedokteran" katanya seraya mengenang masa lalu.

Hal tersebut karena setelah menjalani kuliah kedokteran selama 1 tahun, Dr. Heri mencoba lagi di Institut Teknologi Bandung; dan ternyata lagi-lagi tidak diterima. Di masa kuliah, kelompok Dr. Heri dijuluki kelompok trouble maker, bukan dalam arti negatif. Pernah seorang guru besar terkunci di kamar mandi akibat ulah tidak sengaja anggota kelompoknya.

Setelah lulus kedokteran umum di Universitas Padjadjaran, Bandung, pada tahun 1984, Dr. Heri menjalani masa wajib tugas sebagai dokter pertama di daerah terpencil kecamatan Seputih, Mataram, Lampung Tengah dari tahun 1986 sampai 1989. Alhasil tak jarang pasien membayar dengan ayam atau hasil panennya. Karena kerasan, beliau melanjutkan pengabdiannya di kecamatan Bangun Rejo, Lampung Tengah dari tahun 1989 sampai 1992.

Pengabdiannya yang sepenuh hati ini terbukti dengan apresiasi yang diberikan kepadanya sebagai dokter teladan dan tawaran menjadi kepala seksi. Kemudian atas saran dan ajakan rekannya, Dr. Rubin Soerachno SpPD KGH, Dr. Heri menjalani pendidikan spesialisasi Penyakit Dalam di universitas almamaternya antara tahun 1992-1997 dan tanpa jeda langsung melanjutkan mendalami subspesialisasi hematologionkologi medik, walaupun mulanya Dr. Heri berniat kembali lagi ke Lampung setelah menjadi dokter spesialis penyakit dalam.

Prof. Dr. Iman Supandiman SpPD KHOM merupakan orang yang berjasa dan paling berpengaruh bagi Dr. Heri dalam menentukan pilihannya mendalami subspesialisasi ini. Seperti masuk fakultas kedokteran yang bukan citacitanya, saat mendalami hematologi-onkologi medik ini pun sebenarnya bukanlah impiannya sejak menjadi dokter. "Sewaktu saya di tingkat 2 PPDS, saya diundang ikut dalam penelitian besar, International Oncology Study Group. Awalnya terpaksa, namun lama-lama menjadi tertarik." ujar beliau. Apalagi saat beliau membawakan presentasi mengenai cytogenetic pada leukemia mielositik kronik dan mendapat apresiasi dari seorang guru besar, beliau semakin termotivasi menekuni bidang ini. Setelah lulus SpPD, Dr. Heri juga ditawari menjadi staf di subbag Hematologi Onkologi. Akhirnya, ditambah pertimbangan agar anak-anaknya dapat mendapat pendidikan yang terbaik, Dr. Heri serius menekuni subspesialisasi ini.

Saat ini Dr. Heri menjabat kepala subbag umum Laboratorium (bagian) Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin, Bandung. Kesibukannya selain mengajar PPDS adalah praktek pribadi. Dr. Heri membatasi hanya 20 pasien per hari saja karena "Kalau lebih dari 20 pasien mana bisa berpikir dengan baik." Beliau juga aktif sebagai peneliti uji klinik. Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan yaitu: 'A phase III, randomized, double-blind, multi-centre parallel-group study to assess the efficacy of ZD6474 versus erlotinib in patients with locally advanced or metastatic NSCLC after failure of at least one prior cytotoxic chemotherapy' dan `A phase III, multi-center, placebo-controlled trial of sorafenib in patients with relapsed or refractory advanced predominantly NSCLC after 2 or 3 previous treatment regimens'.

Saat ditanya mengenai suka duka menjalani profesi, dokter yang gemar bermain gaple, otak-atik otomotif dan komputer ini menjawab "Rasanya tidak ada dukanya". Hal yang selalu ditanamkan Dr. Heri kepada PPDS yaitu bahwa profesi dokter merupakan profesi perantara saja dan jangan pernah menganggap pasien sembuh karena kita. "Saya tidak pernah merasa menyembuhkan pasien. Saya hanya sebagai perantara saja" ujarnya dengan rendah hati. Dr.Heri juga selalu memperlakukan pasiennya seperti saudara.

"Kalau kita baik dengan seseorang, maka orang itu juga akan baik dengan kita." Sejak beliau berpraktek sebagai dokter puskesmas hingga saat ini sebagai KHOM, selalu ada saja pasien yang memberikan hadiah.

Dokter pemerhati penyakit lupus ini mengungkapkan beberapa kendala dan tantangan saat menjalani profesinya saat ini. Hal pertama adalah: beban psikologis keluarga dan pasien saat didiagnosis menderita kanker. "Penderita kanker perlu mendapat perlakuan dan persiapan psikologis lebih." ujarnya. Beliau berpendapat "Jangan pernah memperlakukan pasien seperti di kedokteran barat yang to the point menyampaikan prediksi harapan hidup pasien karena apa yang akan terjadi dapat sangat berbeda. "Selain itu, menurut pengalaman beliau, pasien dengan tingkat pendidikan tinggi umumnya tingkat stresnya lebih tinggi, akibatnya harapan hidupnya justru lebih buruk. Kendala lain adalah cukup banyaknya pasien kanker yang datang pada stadium lanjut akibat berobat ke pengobatan alternatif yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Mengenai perkembangan terapi kanker hingga saat ini, Dr.Heri berpendapat sudah sangat maju. Namun di sisi lain, harapan hidup pasien tetap menjadi kendala, terutama pada stadium lanjut. Hal yang selalu disampaikannya kepada PPDS yaitu: "Dalam menentukan terapi kanker, perlu mempertimbangkan cost-benefit ratio, risk-benefit ratio, serta patient preference." Sedangkan pesannya untuk klinisi yang berkarya di lini pertama "Penanganan terapi kanker sangat membutuhkan biaya tinggi, untuk itu perlu digalakkan deteksi dini serta prevensi di tingkat pelayanan primer dengan meningkatkan motivasi pasien, prevensi di tingkat keluarga, terutama pada jenis kanker paru, payudara, kolorektal, dan ovarium." Dr. Heri menambahkan "Jangan pernah malu dan terlalu lama menunda merujuk pasien. Sebab pada pasien kanker jika awalnya sudah salah, selanjutnya akan semakin sulit ditangani."

Sumber: Harvian Satya D - CDK
Kembali ke daftar Narasumber

Posting Komentar

7 Komentar

  1. Maaf, mau tanya, kalau Dr. Trinugroho Heri Fajari, saat ini praktek nya dimana saja ya selain di RS. Boromeus?.. Tks sebelumnya...

    BalasHapus
  2. Setahu saya di RSHS. Kalau di RS Boromeus sbg dr kontraktor saja

    BalasHapus
  3. Di Apotek Zeta jl.LMU Nurtanio(jl garuda)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Prakteknya mulai jam berapa di apotek Zeta.???

      Hapus
  4. Dr herry fajari bagi saya adalah sosok pribadi yang baik analisa diagnosa nya bagus baik dan penolong melakukan tindakan dan memberikan obat yang tepat tidak mahal bisa terjangkau oleh kami, istri saya kangker payudara sdh diangkat sebelah sdh 7 thn perawatan dr herry, puji Tuhan sampe sekarang sehat, terimakasih dr, Tuhan memberkati dokter dan keuarga

    BalasHapus
  5. Ayah saya pernah menjadi pasien beliau.. alhamdulillah belisu sabar menangani pasiennya.. sehingga ayah saya merasa nyaman walau kondisinya sedang di kemoterapi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buka prakteknya setiap hari apa dan jam berapa yaa?

      Hapus

Ad Code